Kamis, 08 April 2010

Agama bertemu dengan Ilmu Pengetahuan

Francisco Ayala, evolusioner genetis dari University of California Irvine yang berusia 76 tahun, dan mantan katolik diumumkan sebagai pemenang Penghargaan Templeton 2010 karena berhasil menganjurkan untuk saling menghormati, namun tetap memisahkan bidang agama dengan ilmu pengetahuan.

Penghargaan ini diberikan secara rutin oleh filantropi John Templeton Foundation, yang memberikan penghargaan sekitar US$70 juta (Rp 633, 5 miliar) dalam hibah ilmiah setiap tahun untuk mendanai penelitian di lima wilayah inti, termasuk Science & Big Questions dan Exceptional Cognitive Talent & Genius and Genetics

Penghargaan ini tetap menuai berbagai kritik. Sebagian besar iluwan sekuler berkukuh untuk percaya bahwa ini sekedar permainan untuk mempromosikan peran agama dalam ilmu pengetahuan.

“Saya berpendapat bahwa sains dan agama tidak perlu bertentangan,” kata Ayala soal penghargaan itu. “Ilmu pengetahuan mengenai proses-proses yang menjelaskan dunia alam, sedangkan agama mengenai makna dan tujuan dunia serta kehidupan manusia.” [ito]

Komentar saya (penulis yg mengutip tulisan ini):

Jadi terkenang dengan kalimatnya Einstein, bahwa agama tanpa ilmu lumpuh namun ilmu tanpa agama buta. Jadi dalam kehidupan ini kedua bidang itu tak usah berseberangan, bahkan sebaliknya justru harus melengkapi satu sama lainnya. Saya sendiri berpegangan dengan: ilmu pengetahuan dipelajari guna memperoleh penjelasan-penjelasan dari fenomena kehidupan ini, sedangkan agama memberikan kita akan tujuan makna atau arti kehidupan (fenomena) itu. Kemudian, ilmu itu berusaha menganalisa kehidupan memecah-mecah kehidupan jadi berkeping-keping memperdalam suatu masalah kehidupan ini, sedangkan agama memberikan pemahaman tunggal (sintesa) dari keberagaman fenomena yang terpampang didepan kita.

Posting Komentar